Senin, 18 Juli 2011

Arsip Sebagai Alat Bukti


Arsip Sebagai Alat Bukti

Definisi arsip berdasarkan UU 43 Tahun 2009 adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedangkan, menurut Barthos (2000) Arsip merupakan bentuk informasi terekam yang memiliki nilai strategis. Keberadaan arsip sendiri sangat penting bagi suatu bangsa untuk memperkuat jati diri bangsa tersebut, disamping itu arsip sendiri dapat berperan sebagai alat bukti pertanggungjawaban baik secara perorangan maupun organisasi dan arsip juga dapat berperan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Hal ini sejalan dengan misi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai Lembaga Negara Non Kementerian yang dibentuk oleh pemerintah.
Fungsi dan peran arsip bagi suatu kegiatan merupakan alat bukti transaksi kegiatan. Arsip mempunyai peranan sebagai ”pusat ingatan”, ”sumber informasi” dan ”alat pengawasan” yang sangat diperlukan dalan setiap organisasi dalam rangka kegiatan perencanaan, penganalisisan, pengembangan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, pembuatan laporan, pertanggungjawaban, penilaian dan pengendalian setepat-tepatnya. Atas dasar itulah arsip mempunyai nilai guna sekunder, yaitu Arsip sebagai bahan pertanggungjawaban dan alat bukti[1]. Selain itu, arsip sendiri mempunyai berbagai macam jenis baik itu media elektronik (rekaman suara, rekaman video, dll) maupun  media cetak (kertas, Photo, dll).
Arsip sendiri dapat tercipta karena adanya kegiatan transaksi baik secara organisasi maupun perorangan. Perorangan pun dapat menciptakan arsip sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya, sebagai contoh rekaman kegiatan, buku harian, dokumen-dokumen keanggotaan dalam organisasi, dll. Sedangkan, organisasi berupa laporan kerja, daftar absensi, kontrak kerja, dll. Arsip sebagai salah satu media informasi sangatlah diperlukan untuk menjaga kredibilitas, harga diri, bukti hukum, dan sebagainya, sehingga seringkali terjadi kasus tidak dapat mempertahankan diri di muka hukum dikarenakan tidak dapat ditunjukkan bukti-bukti otentik. Semakin banyak dan akurat bukti yang dapat diberikan akan semakin menguatkan kedudukannya sebagai bangsa yang bermartabat dan berjatidiri.
Banyaknya kasus-kasus yang berkaitan dengan arsip/dokumen sebagai alat bukti hendaknya mengacu kepada Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan kearsipan sendiri yaitu menjamin perlindungan  kepentingan Negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya serta menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.



Kasus-kasus yang berkaitan dengan arsip
1.   Kasus gayus tambunan
Kasus yang terjadi pada Gayus merupakan salah satu bukti adanya peran arsip dalam mengungkap kasus Gayus tersebut hal ini termuat di dalam media cetak Media Indonesia[2] “Data yang diterima Mabes Polri saat ini hanya salinan surat putusan gugatan banding pengadilan, prosedur, dan surat tugas. Dokumen pendukung putusan gugatan banding tersebut, misalnya laporan pajak, laporan keuangan, keberatan, dan gugatan bandingnya, belum diberikan kepada Polri”. Dalam kasus Gayus tersebut terungkap kata data yang terdiri dari surat putusan gugatan banding, surat tugas, laporan pajak, laporan keuangan, dll. Bahwasanya, data-data yang disebutkan diatas merupakan jenis-jenis arsip yang berupa media cetak, namun tidak dipungkiri pula dapat ditemukan arsip berjenis media elektronik dalam mengungkap kasus Gayus HP Tambunan.
2.      Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum tertulis yang dibuat oleh pemerintah pusat. Dan, segala putusan yang berkaitan dengan gugatan terhadap hukum-hukum tertulis tersebut sudah pasti direkam dalam berbagai media baik cetak maupun elektronik. Media cetak maupun media elektronik yang berisi dengan berbagai permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilindungi, diselamatkan dan dijaga keontetikannya oleh LNPK Kearsipan sebagai bahan bukti pertanggungjawaban dan alat bukti dikemudian hari.
3.      Rekaman rekayasa kasus pimpinan KPK
Beberapa waktu yang lalu, tersiar kabar terdengar mengenai pemanggilan dua media, Kompas dan Seputar Indonesia (Sindo), oleh POLRI terkait publikasi rekaman penyadapan KPK tentang Percakapan Anggodo Wijoyo. Kejadian ini cukup mengundang kontroversi bagi khalayak mengingat sebenarnya siapa yang menyebarkan rekaman penyadapan yang tergolong rahasia negara ini. Berikutnya, pada bulan April 2010, Tim kuasa hukum mantan Kapala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji sangat menyesalkan mengenai beredarnya isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka makelar kasus, Sjahril Djohan (SJ). Kuasa hukum Susno, Zul Armain, mempertanyakan mengapa BAP yang bersifat rahasia bisa beredar luas di masyarakat.
Dari peristiwa kasus diatas mengindikasikan adanya tersebarnya rekaman rekayasa kasus yang menimpa pimpinan KPK, rekaman tersebut cukup menghebohkan dan mencengangkan berbagai pihak, dimana rekaman tersebut merupakan rahasia Negara namun dapat tersebar ke masyarakat melalui media massa. Dapat disimpulkan, dari kalimat tersebut ada kata rekaman yang merupakan salah satu jenis arsip. Dan, arsip “rekaman” tersebut layaknya disimpan di Lembaga Kearsipan karena Lembaga Kearsipan mempunyai prosedur dalam memberikan arsip (cetak dan elektronik) baik yang tergolong umum maupun rahasia Negara.

4.      Kasus Century “Mengenai daftar hadir rapat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) pada tanggal 24 November 2009 dan 3 Desember 2009
Dalam kasus tersebut terjadi perdebatan mengenai daftar hadir rapat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang merestui untuk memberikan suntikan dana kepada Bank Century sebesar Rp. 6,7 Trilyun. Dalam kasus bank century, dokumen-dkoumen yang telah terbuat dapat dijadikan alat bukti penunjang. Dokumen tersebut dapat digunakan untuk mengetahui siapa saja yang terkait atau terlibat dan siapa yang bertanggung jawab terhadap dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun guna menanggulangi dampak sistemik yang ditimbulkan oleh adanya fraud di Bank Century. Akan tetapi karena terlalu banyak dokumen-dokumen yang penting, maka satu pokok permasalah mengenai dokumen yang akan di angkat dan  bisa di jadikan barang bukti.
5.      Kasus Sipadan-Ligitan
Lepasnya pulau Sipadan-Ligitan merupakan pukulan berat bagi bangsa Indonesia, kekalahan Indonesia dalam mempertahankan kedua pulau tersebut disebabkan hanya pada ketidak adanya arsip/dokumen pengelolahan kedua pulau tersebut, artinya bukan sekadar dokumen perbatasan saja namun lebih dari pada itu. Hal ini bisa dilihat dari hal yang menjadi indicator Mahkamah Internasional dalam memenangkan Malaysia terhadap kedua pulau tersebut, yaitu adanya arsip/dokumen penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sedangkan, Indonesia hanya bersandar pada Konvensi 1891 yang dinilai hanya mengatur perbatasan darat dari kedua negara di Kalimantan. Garis paralel 4º 10' Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai timur Pulau Sebatik sesuai ketentuan hukum laut internasional pada waktu itu yang menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil tanpa melakukan pencatatan kegiatan di kedua pulau tersebut. Oleh karena itu adanya pencatatan kegiatan yang merupakan bagian dari pola penciptaan arsip merupakan sebuah hal yang sangat penting, masalah ini memang sederhana namun berdampak besar untuk menjaga kedaulatan Negara. Atas dasar itulah LNPK Kearsipan mempunyai misi untuk menjaga dan merawat arsip/dokumen yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bahan pertanggungjawaban nasional dan juga alat bukti kepemilikan.
6.      Mewaspadai kasus Ambalat
Kasus ambalat yang terjadi antara Indonesia dengan Malaysia perlu kita waspadai agar tidak bernasib sama dengan Pulau Sipadan-Ligitan. Apalagi kedua Negara ini telah mengikat kontrak dengan perusahaan asing untuk mengeksploitasi sumber daya minyak yang ada dikawasan ambalat “gugus perairan Ambalat (East Ambalat)” tersebut. Tentunya Indonesia tidak boleh kehilangan kawasan ambalat yamg memang masuk kedalam kedaulatan Indonesia, kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh Indonesia merupakan langkah yang tepat untuk menunjukan adanya kegiatan dikawasan tersebut yang mengatasnamakan bangsa Indonesia, namun dokumen maupun catatan-catatan yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh Indonesia harus disimpan dan dijaga agar dapat digunakan sebagai pembuktian kepemilikan kawasan ambalat oleh Indonesia.


Sebetulnya, kasus-kasus di atas merupakan pelanggaran-pelanggaran yang tergolong tindak kejahatan yang berhubungan dengan arsip dan telah diatur diantaranya dalam Pasal 415 dan 417 KUHP, yang menyebutkan :
1.  Pasal 415 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
2.  Pasal 417 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membkin tidak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukan guna meyakinkan atau membuktikan dimuka penguasa yang wenang akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya; atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang itu; atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Secara komparatif,  sanksi pidana dalam UU Nomor 43 Tahun 2009 lebih berat daripada KUHP.  Sesuai  adagium/asas-asas hukum yang  berlaku umum,  bahwa suatu peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum (lex specialis derogat  lex generalis) dengan diaturnya

Dari uraian di atas, berdasarkan pasal 164 H.I.R. (Het Herziene Indonesisch Reglement), selembar surat (bukti surat) merupakan salah satu aspek yang termasuk dalam 5 (lima) macam alat bukti yang sah. Maka alangkah tepatnya, apabila untuk segi penegakan hukum, penyelesaian kasus-kasus yang ada terkait dengan penyalahgunaan kearsipan, seyogyanya harus mengacu kepada Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan kearsipan sendiri yaitu menjamin perlindungan  kepentingan Negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya serta menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.




[1] Modul Diklat Keasripan – Pengantar Kearsipan hal 18-19
[2] Media Indonesia, 19 Januari 2011

2 komentar:

  1. Casino Games And Sportsbook Apps in Arizona
    In November, the Arizona Gaming Control Board approved 남원 출장안마 a bill to 거제 출장마사지 develop 군포 출장샵 casino games in casinos 양주 출장안마 throughout the state. For example, casino games are 김포 출장마사지 available

    BalasHapus